Sehari-hari, sebagai seorang pengajar, yang tentu teman-teman sosmednya juga sesama pengajar, selalu dicekoki oleh berita atau informasi tentang strategi mengajar dari Negara ini, atau suksesnya output dari Negara itu, belum lagi yang membandingkan system pengajaran Negara kita dengan Negara lain. Jujur saja, saya bukan ahli bahkan pakar tentang persoalan pendidikan, saya hanya ‘pionir’ yang setiap hari berjibaku dengan ‘tantangan mendidik anak untuk cerdas akhlak dan akademik’. Desakkan informasi seperti itu membuat saya berpikir kok ya memang seburuk itu kah system pendidikan kita ini?

Selepas lulus sarjana pendidikan guru sekolah dasar (PGSD). Saya langsung terjun mengajar di salah satu SD terkenal di Jakarta Timur. Selang waktu 4 tahun saya memutuskan untuk resign dan bergabung dengan sekolah baru. Alasan resign adalah menghemat waktu perjalanan sekolah dengan rumah. Alhamdulillah pengalaman di dua sekolah itu membuat saya menjadi berkaca terhadap pola mengajar saya di kelas.

Di sekolah saya yang baru, banyak aturan yang mengikat guru dan murid. Dimulai saat mereka menginjakkan kaki di loby sekolah, artinya mereka telah siap dalam menghadapi peraturan di sekolah. Peraturan pagi, anak-anak harus ikrar di dalam kelas, tadarus pagi, dan hafalan juz 30.

Selesai itu murid diharapkan tenang dan tertib dalam pembelajaran. Alhamdulillah di sekolah kami banyak ilmu baru yang saya pelajari, mulai dari trik membuat anak focus, icebreaking, dan masih banyak lagi. Selepas itu murid dipersilakan untuk break time, dan kembali melanjutkan belajar.

Selesai belajar, murid membentuk satu barisan yang dipimpin oleh guru untuk menuju ruang ketring. Murid dibiasakan untuk mengantre dengan tertib selama mengambil makanan yang disediakan secara prasmanan. Setelah menapat makan, murid dipersilakan duduk dalam satu meja panjang dan mulai makan. Cara makan kami lumayan unik, karena diadopsi dari system makan kopasus yang telah kami, guru-guru, pelajari selama ikut pelatihan kopasus di Batu Jajar selama empat hari tiga malam.

Selesai makan, murid diminta membentuk satu barisan kembali dan melaksanakan solat zuhur berjamaah di masjid. Pun pulang solat zuhur, murid diminta berbaris rapih membentuk satu barisan dan berjalan ke sekolah dengan tertib. Buat saya, cara seperti ini ‘baru’ dan lumayan menekan keaktifan anak yang kadang ‘luar biasa’.

Banyak fasilitas yang sangat mendukung, dapat membentuk system pembelajaran yang baik. Sistem yang baik membuat target yang ingin dicapai bisa berjalan dengan baik pula. Itu yang membuat saya makin terheran bisa terdampar di sekolah bagus ini. Tapi tentu, koreksi diri selalu diperlukan dalam mengikuti perkembangan zaman yang selalu berubah. Dan maka dari itu saya membeli buku ini untuk mengetahui strategi apa yang mereka pakai dalam system mengajar di Finlandia sana.

Kupas buku

Buku ini ditulis oleh Timothy D. Walker, seorang amerika yang memutuskan pindah ke finland dan sedikit skeptic bisa mengajar di sana. Diawal buku saya terkejut dengan isinya yang ‘diluar dari ekspektasi’. Gaya penulisannya bukan seperti buku tentang strategi pembelajaran yang biasa saya baca, atau memang pengalaman baca saya sedikit. Ini lebih seperti novel terjemahan dan saya menyukainya.

Masuk ke bagian pengantar, saya makin terkejut dengan isinya yang mengatakan bahwa tahun 2001 melaui PISA (Programme for Internasional Student) mengatakan bawa populasi 5,5 juta orang telah mencatatkan dirinya telah melampaui semua 31 negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Bahkan orang Finlandia sepertinya dapat mencapai hasil yang mengagumkan ini hanya dengan belajar di sekolah yang masuk kategori sederhana.

Semakin saya buka tiap lebarannya, semakin membuat saya berpikir, kok sederhana banget sih, kok gak kepikiran sih, atau yaampun rasanya hampir mustahil bisa begini. Berangkat dari apa yang saya baca, ternyata saya memang harus bercermin, dan memberanikan diri untuk mencoba memrpaktikkannya satu-satu.

“lain ladang lain belalang”.

Ada beberapa bab yang cukup membuat saya tercengang tentang fakta guru di Finlandia. Ahahaha… ini seperti lelucon yang bikin saya gak habis pikir kok bisa sih, waah enak banget. Serius, buku ini beneran diluar ekspektasi, oh bukan, buku ini melampaui ekspektasi saya.

Keseluruhan, buku ini meranik dan recommended, gak salah klo jadi best seller. Isinya santai tapi ‘nampar’. Untuk para guru teruslah belajar dan berinovasi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Peribahasa lain ladang lain belalang memang paling tepat untuk menggambarkan antara Finlandia dan Indonesia dan alangkah bijaknya jika tidak membandingkan system pendidikan Negara satu dengan lainnya karena terlampau banyak perbedaan yang sesungguhnya tidak bisa dibandingkan.



Judul Buku : Teach Like Finland (Mengajar Seperti Finlandia)
Pengarang : Timothy D.Walker
Cetakan : ketujuh, Juli 2018
ISBN : 978-602-452-044-1
Penerbit : Grasindo