Tulisan ini didedikasikan untuk SD Muhammadiyah 24 Rawamangun agar semakin terbagun kesadaran dalam ber-literasi.






Salah paham itu wajar, tetapi jika menganggap kesalahan adalah kelumrahan, sepertinya harus segera dikoreksi. Berikut ini adalah pemahan saya selama mengikuti Kemah Master Literasi bersama Master Literasi REM 15. Silakan disimak.


Kesalah pahaman 1

Perspektif literasi memang sering kali disalah artikan hanya dengan membaca buku saja. Sebenarnya literasi bisa dimulai dari mendongeng. Jika dihadapi dengan anak usia prasekolah sampai sekolah dasar, mendongeng lebih efektif dalam menumbuhkan minat baca anak. Dengan penyampaian yang menarik, mendongeng bisa menggugah seseorang untuk berfikir dan bertindak sesuai dengan yang didongengkan. Hal ini merupakan salah satu pemahan yang saya terima saat saya mengikuti Kemah Master Listerasi yang diadakan di Bumi Perkemahan Cibubur pada hari minggu 5 Mei sampai 7 Mei 2017.


Dari kesadaran bercerita tersebut, mungkin sudah saatnya memberikan peluang kepada guru untuk mendongeng di dalam kelas, dan disesuaikan dengan materi ajar yang ingin di sampaikan. Hal itu sejalan dengan kurikulum 2013 eisi revisi yang mengedepankan penanaman nilai budi pekerti seperti kejujuran, disiplin, tertib, tanggung jawab dan masih banyak lagi.

Pak Rommy Iman Sulaiman, perwakilah dari KPK
Dalam mendongeng harus diseleksi, mulai dari bahan cerita yang akan disampaikan, pemilihan diksi, dan waktu penyampaian. Semua itu harus disesuaikan dengan pendengar dongeng, agar tepat sasaran dan lebih ‘berbekas’ di memori jangka panjang anak (long term memory). Sehingga insya Allah anak akan selalu mengingatnya bahkan sampai dewasa kelak.

Selain mendongeng ada pula dengan cara bermain peran, treatrikal, bahkan dengan menonton video, semua itu termasuk bagian dari literasi. Langkah selanjutanya adalah dengan melakukan diskusi dan analissis terhadapap yang telah didengar dan dilihat.

Kesalah pahaman 2
Gerakan literasi sesungguhnya bukan hanya dilakukan oleh guru bahasa saja. Semua guru wajib memahami literasi, karena literasi merupakan bagian dari ritme kehidupan. Jika memandang ‘hanya’ guru bahasa yang wajib memahami literasi maka itu adalah kesalahan. Jika dianalogikan, literasi bagian dari setiap ritme kehidupan, saya rasa tidak berlebihan, karena memang pada dasarnya, kita tidak bisa terlepas dari esensi literasi.

Kak Sofie memberikan materi


 Menurut Kak Sofi, direktur yayasan Litara, beliau memaparkan lewat Power Point bahwa hasil analisis literasi sains INAP bahwa, 1. Siswa kesulitan memahami dan mengintrepretasi gambaran terkait konsepsi saintifik fisika dan ilmu hayat, 2. Sama halnya dengan matematia, kemampuan siswa dalam penerapan dan penalaran saintifik masih lemah, 3. Meskipun siswa nmenunjukkan pemahaman soal yang terkait dengan kehidupan sehari-hari, siswa kurang memahami konsep secara bermakna dan masih terpaku pada penjelasan pada buku teks. Jadi jika dikaitkan dengan teroti taksonomi blom, siswa hanya bisa memahami dari tingkat C1 sampai C2, yaitu memahami informasi tersurat dan memahami informasi tersirat tungal.


Hal yang sama terjadi juga pada hasil analisis literasi matematika INAP yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa rendah, terutama pada memahaman konsep matematika, penerapan, dan penalaran value matematika. Hal ini membuktikan bahwa pengajaran matematika masih belum bermakna dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Jadi, tidak salah jika saat ini masih terjadi ‘ketidak pahaman' anak dalam menganalisis soal cerita pada mata pelajaran matematika jika mereka tidak dibiasakan untuk membaca dan menelaah apa maksud dari soal tersebut. Jadi, hemat saya sudah sepantasnya literasi ini dipahami untuk semua guru dalam berbagai mata pelajaran.

Kesalah pahaman 3

Dr. Sofie Dewayani, Direktur Yayasan Litara

Kecepatan pertumbuhan teknologi memperluas kemampuan membaca seseorang, akses internet tersedia kapan saja dan dimana saja, tapi apakah berbanding lurus dengan bertambahnya pemahaman yang dalam dan pemikiran kritis terhadap seseorang? Saat ini, tidak banyak orang memiliki waktu lebih untuk berpikir kritis terhadap apa yang telah dibacanya. Membaca sudah dianggap sepele dan kecenderungan orang hanya membaca sambil lalu tanpa menimbulkan pemikiran kritis. Sayang sekali pemahaman ini justru menjamur di Indonesia. Lalu bagaimana caranya supaya bisa membobol pemahaman tersebut dan memulai memberikan kontribusi positif terhadap menumbuhkan kesadaran perpikir kritis? caranya mudah saja, seperti yang telah di paparkan kak Sofi seperti :

  1. Kegiatan membaca 15 menit setiap hari.
(bisa membaca, bisa bergantian bercerita guru dan murid dsb)

  1. Lingkungan fisik sekokah yang kaya literasi.
-          ada area baca sekoah
-          ada sudut / pojok baca di tiap kelas
-          ada perpustakaan sekolah yang dikelola dan dimanfaatkan dengan optimal
-          ada buku-buku nonteks pelajaran di perpustakaan sekolah, area baca sekolah, dan sudut/pojok baca kelas yang beragam dan koleksinya terus bertambah

  1. lingkungan afektif sekolah yang kaya literasi
-          ada penghargaan untuk siswa yang berbasis literasi (pengunjung perpustakaan terbaik, pembaca buku terbanyak, dl) secara berkala.
-          Ada peringatan Hari Besar/Nasional berbasis literasi (lomba menulis surat kepada pahlawan, dsb)
-          Ada festifal/kegiatan berbasis literasi (Hari Buku, Hari Perpustakaan, dll)
-          Ada kegiatan pelibatan publik untuk mendukung kegiatan literasi sekolah

  1. Lingkungan akademik sekolah yang kaya literasi
-          Pembelajaran telah memanfaatkan sudut baca kelas dan perpustakaan sekolah
-          Pembelajaran telah memanfaatkan beragam sumber belajar termasuk buku-buku nonteks pelajaran.
-          Penilaian otentik siswa telah mempertimbangkan pengamatan terhadap pemahaman siswa tentang bacaan.
-          Pemilihan model pembelajaran telah mengakomodasi kegiatan untuk meningkatkan kefasihan membaca dan pemahaman terhadap bacaan.


Dari ketiga kesalah pahaman tersebut, semoga kita semakin belajar untuk memperbaiki diri dan terus berusaha mejadi semakin baik, sesuai dengan slogan Muhammadiyah, fastabiqul khoirot.